Selama ini dia hanya dikenal sebagai tokoh fiksi siluman haus
darah dalam novelnya Bram Stoker. Padahal dia adalah tokoh nyata,
seorang panglima Perang Salib yang membantai lebih dari 300 ribu umat
Islam di Wallachia
Wallachia, sekarang bagian dari Rumania. Pada abad pertengahan. Pemerintah Rumania menganggapnya sebagai pahlawan nasional, karena kematiannya dalam perang melawan Islam.
Nama aslinya Vlad Tepes (dibaca Tse-pesh). Dia lahir sekitar bulan Desember 1431 M di Benteng Sighisoara, Transylvania, Rumania. Ayahnya bernama Basarab (Vlad II), yang terkenal dengan sebutan Vlad Dracul, karena keanggotaannya dalam Orde Naga. Dalam bahasa Rumania,
“Dracul” berarti naga. Sedangkan akhiran “ulea” artinya “anak dari”.
Dari gabungan kedua kata itu, Vlad Tepes dipanggil dengan nama Vlad
Draculea ( dalam bahasa Inggris dibaca Dracula), yang berarti anak dari
sang naga.
Ayah Dracula adalah seorang panglima militer yang lebih sering berada di medan perang ketimbang di rumah. Praktis Dracula hanya mengenal sosok sang Ibu, Cneajna, seorang bangsawan dari kerajaan Moldavia.
Sang ibu memang memberikan kasih sayang dan pendidikan bagi Dracula.
Namun itu tidak mencukupi untuk menghadapi situasi mencekam di Wallachia
saat itu. Pembantaian sudah menjadi tontonan harian. Seorang raja yang
semalam masih berkuasa, di pagi hari kepalanya sudah diarak keliling kota oleh para pemberontak.
Pada usia 11
tahun, Dracula bersama adiknya, Radu, dikirim ke Turki. Hal ini
dilakukan sang Ayah sebagai jaminan kesetiaannya kepada kerajaan Turki
Ustmani yang telah membantunya merebut tahta Wallachia
dari tangan Janos Hunyadi. Selama di Turki, kakak beradik ini memeluk
agama Islam, bahkan mereka juga sekolah di madrasah untuk belajar ilmu
agama. Tak seperti adiknya yang tekun belajar, Dracula justru sering
mencuri waktu untuk melihat eksekusi hukuman mati di alun-alun. Begitu
senangnya dia melihat kepala-kepala tanpa badan dipancang di ujung
tombak. Sampai-sampai sehari saja tidak ada hukuman mati, maka dia
segera menangkap burung atau tikus, kemudian menyiksanya dengan tombak
kecil sampai mati.
Dengan status
muslimnya, Dracula mempunyai kesempatan belajar kemiliteran pada para
prajurit Turki yang terkenal andal dalam berperang. Dalam waktu singkat
dia bisa menguasai seni berperang Turki, bahkan melebihi prajurit Turki
lainnya. Hal ini menarik perhatian Sultan Muhammad II ( di Eropa disebut
Sultan Mehmed II). Hingga pada tahun 1448 M, menyusul kematian Ayah dan
kakaknya, Mircea, yang dibunuh dalam kudeta yang diorganisir Janos
Hunyadi, Kerajaan Turki mengirim Dracula untuk merebut Wallachia dari
tangan salib Kerajaan Honggaria. Saat itu Dracula berusia 17 tahun.
Aksi Biadab Dracula
Dengan bantuan Turki Dracula dapat merebut tahta Wallachia.
Setelah itu, sebagian besar pasukan kembali ke Turki dengan menyisakan
sebagian kecil di Wallachia. Tanpa pernah diduga, Dracula murtad dan
berkhianat. Dia menyatakan memisahkan diri dari Turki. Para prajurit Turki yang tersisa di Wallachia
ditangkapi. Setelah beberapa hari disekap di ruang bawah tanah, mereka
diarak telanjang bulat menuju tempat eksekusi di pinggir kota.
Di tempat ini seluruh sisa prajurit Turki dieksekusi dengan cara
disula. Yakni dengan ditusuk duburnya dengan balok runcing sebesar
lengan, kemudian dipancangkan di tengah lapangan.
Dua bulan kemudian Janos Hunyadi berhasil merebut tahta Wallachia dari tangan Dracula. Namun pada tahun 1456 hingga 1462 Dracula kembali berkuasa di Wallachia.
Masa pemerintahannya kali ini adalah masa-masa teror yang sangat
mengerikan. Yang menjadi korban aksi sadisnya bukan hanya umat Islam
yang tinggal di Wallachia, tapi juga para tuan tanah dan rakyat Wallachia yang beragama Khatolik.
Di hari Paskah
tahun 1459, Dracula mengumpulkan para bangsawan dan tuan tanah beserta
keluarganya di sebuah gereja dalam sebuah jamuan makan. Setelah semuanya
selesai makan, dia memerintahkan semua orang yang ada ditempat itu
ditangkap. Para
bangsawan yang terlibat pembunuhan ayah dan kakaknya dibunuh dengan
cara disula. Sedang lainnya dijadikan budak pembangunan benteng untuk
kepentingan darurat di kota
Poenari, di tepi sungai Agres. Sejarawan Yunani, Chalcondyles,
memperkirakan jumlah semua tahanan mencapai 300 kepala keluarga. Terdiri
dari laki-laki dan perempuan, orang tua, bahkan anak-anak.
Aksi Dracula
terhadap umat Islam di Wallachia jauh lebih sadis lagi. Selama masa
kekuasaannya, tak kurang dari 300 ribu umat Islam dibantainya. Berikut
sejumlah peristiwa yang digunakan Dracula sebagai ajang pembantaian umat
Islam:
Pembataian terhadap prajurit Turki di ibu kota Wallachia, Tirgoviste. Ini terjadi pada awal kedatangannya di sana, setelah mengumumkan perlawanannya terhadap Turki.
Pada 1456,
Dracula membakar hidup-hidup 400 pemuda Turki yang sedang menimba ilmu
pengetahuan di Wallachia. Mereka ditangkapi dan ditelanjangi, lalu
diarak keliling kota yang akhirnya masukkan ke dalam sebuah aula. Aula tersebut lalu dibakar dengan ratusan pemuda Turki di dalamnya.
Aksi brutal lainnya, adalah pembakaran para petani dan fakir miskin Muslim Wallachia pada acara penobatan kekuasaannya. Para
petani dan fakir miskin ini dikumpulkan dalam jamuan makan malam di
salah satu ruangan istana. Tanpa sadar mereka dikunci dari luar,
kemudian ruangan itu dibakar.
Dendam Dracula
terhadap Turki dan Islam semakin menjadi. Untuk menyambut hari
peringatan St. Bartholome, 1459, dia memerintahkan pasukannya untuk
menangkapi para pedagang Turki yang ada di Wallachia. Dalam waktu
sebulan terkumpullah 30 ribu pedagang Turki beserta keluarganya. Para pedagang yang ditawan ditelanjangi lalu digiring menuju lapangan penyulaan. Lalu mereka disula satu persatu.
Aksi
kejam lainnya adalah dengan menyebar virus penyakit mematikan ke
wilayah-wilayah yang didiami kaum Muslimin. Dia juga memerintahkan
pasukannya meracuni Sungai Danube. Ini adalah taktik Dracula untuk
membunuh pasukan Turki yang membangun kubu pertahanan di selatan Sungai
Danube.
Pada 1462 M,
Sultan Turki, Muhammad II mengirim 60 ribu pasukan untuk menangkap
Dracula hidup atau mati. Pemimpin pasukan adalah Radu, adik kandung
Dracula. Mengetahui rencana serangan ini, Dracula menyiapkan aksi
terkejamnya untuk menyambut pasukan Turki.
Sepekan sebelum
penyerangan, dia memerintahkan pasukannya untuk memburu seluruh umat
Islam yang tersisa di wilayahnya. Terkumpullah 20 ribu umat Islam yang
terdiri dari pasukan Turki yang tertawan, para petani, dan rakyat
lainnya. Selama empat hari mereka digiring dengan telanjang bulat dari
Tirgoviste menuju tepi Sungai Danube. Dua hari sebelum pertempuran, para
tawanan disula secara masal di sebuah tanah lapang. Mayat-mayat tersula
tersebut kemudian diseret menuju tepi sungai. Lalu dipancang di kiri
dan kanan jalan, yang membentang sejauh 10 km untuk menyambut pasukan
Turki.
Pemandangan
mengerikan ini hampir membuat pasukan Turki turun mental. Namun semangat
mereka kembali bangkit saat melihat sang Sultan begitu berani menerjang
musuh. Mereka terus merangsek maju, mendesak pasukan Dracula melewati
Tirgoviste hingga ke Benteng Poenari.
Pasukan Turki
yang dipimpin Radu berhasil mengepung Benteng Poenari. Merasa terdesak,
isteri Dracula memilih bunuh diri dengan terjun dari salah satu menara
benteng. Sedang Dracula melarikan diri ke Honggaria melalui lorong
rahasia. Hingga tahun 1475 M Wallachia dikuasai oleh Kerajaan Turki,
sebelum akhirnya direbut kembali oleh Dracula yang disokong pasukan
salib dari Transylvania dan Moldavia.
Dracula tewas
dalam pertempuran melawan pasukan Turki pimpinan Sultan Muhammad II di
tepi Danau Snagov, pada Desember 1476. Kepala Dracula dipenggal,
kemudian dibawa ke Konstantinopel untuk dipertunjukkan kepada rakyat
Turki. Sedang badannya dikuburkan di Biara Snagov oleh para biarawan.
Selain melalui cerita turun-temurun rakyat Rumania,
bukti-bukti sejarah terkait riwayat kelam Drakula juga tercatat dengan
baik di sejumlah pamflet yang beredar di Jerman dan Rusia. [diambil dari majalah Hidayatullah edisi Januari 2008/Habis/www.hidayatullah.com]
Muslim yg disula



0 komentar:
Posting Komentar